Selasa, 06 April 2010

Nasib Buruh Pendidikan

Guru adalah Pahlawan tanpa tanda jasa yang kesejahteraanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Pahlawan yang berjuang dalam pendidikan. Pahlawan yang tanpa kenal lelah memberikan ilmunya agar anak muridnya menjadi pintar.


Guru adalah tokoh yang paling berperan dalam pembentukan generasi Indonesia yang akan datang. Tanpa guru tak akan ada presiden, tanpa guru tak akan ada menteri, tanpa guru tak akan ada ilmuwan. Guru adalah Nahkoda Kapal, membimbing dan mengarahkan kapal yang akan berlabuh ke tempat tujuan.



Semua kata guru di atas tidak membedakan jasa guru yang satu dengan yang lain, Akan tetapi status yang membedakan mereka, status Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Honorer yang membedakan mereka.



Padahal mungkin saja guru honorer turut andil dalam mendidik menteri, ilmuwan, maupun presiden. Ironisnya negara seakan – akan lupa dengan jasa mereka, seakan – akan tutup mata dengan nasib mereka.



Nasib guru honorer di negara kita sangat memprihatinkan. Banyak diantara mereka yang bekerja sambilan, ada yang sambil berjualan makanan, ada yang mengajar tidak di satu sekolah, ada yang menjadi tukang bakso bahkan ada yang menjadi juru parkir pinggir jalan, semua itu dilakukan agar mereka dapat mempertahankan hidup karena penghasilan mereka jauh dari cukup sebagai guru honorer.



Guru honorer ibarat buruh atau kuli pendidikan. Guru honorer dapat dipecat atau terpecat apabila sudah dikehendaki oleh satuan pendidikan terkait, baik sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), maupun sekolah menengah atas (SMA) dan sederajat. Durasinya bisa diperpanjang selama memberikan kepuasan dalam tingkat pengajaran dan hal-hal lain yang tidak melanggar kode etik guru. Seperti itulah yang tertuang dalam Hak Guru Non-PNS dalam Undang – Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP). Posisi meeka sama halnya dengan buruh dalam suatu sistem ketenagakerjaan.


Gaji para guru honorer atau non-PNS sangat jauh dari kata layak. Dalam UU BHP, gaji mereka disesuaikan dengan kinerja yang dicapai, apakah memberikan kepuasan tersendiri bagi lembaga pendidikan atau tidak, termasuk dengan peningkatan prestasi belajar anak didik.



Upah guru honorer masih jauh dibawah Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK). Maupun Upah Minimum Provinsi (UMP). Padahal tugas mereka sangat berat yaitu menciptakan generasi penerus bangsa yang akan memimpin bangsa ini. Membuat mereka cerdas, baik dalam kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emosional (SQ) maupun kecerdasan spiritual (SQ).



Betapa sulitnya guru honorer mendapat fasilitas seperti rekan – rekan guru yang sudah diangkat menjadi PNS. Padahal tidak sedikit diantara rekan – rekan mereka itu yang bekerja dengan malas- malasan.



Pemerintah seakan – akan menutup mata, telinga dan hati mereka akan nasib para guru honorer. Presiden dan menteri saja naik gaji, bagaimana dengan nasib para guru honorer?.



Para guru honorer berharap pemerintah lebih peka terhadap nasib mereka. Ada yang sudah 15 tahun bahkan lebih, mengabdi pada pendidikan tetapi tidak kunjung diangkat menjadi PNS. Mereka ingin membahagiakan keluarga mereka. Membawa keluarga mereka hidup layak atas hasil mendidik generasi penerus bangsa. Mereka ingin meraskan angin segar atas jerih payah mereka dalam mengajar. Mereka ingin status yang sama dan kehidupan yang sama dengan rekan – rekan mereka yang sudah PNS



Para guru honorer juga berharap bahwa masalah ini menjadi salah satu prioritas utama pemerintah dalam dunia pendidikan. Agar tidak ada lagi seorang guru yang bekerja sambilan dengan berjualan bakso, tukang becak, juru parkei pinggir jalan dan lain sebagainya. . Tidak ada lagi status yang membedakan mereka, karena gelar guru sebagai Pahlawan tanpa tanda jasa tidak dibedakan menurut status mereka yaitu guru honorer atau PNS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar